pusaran.net - Pengadilan Negeri Surabaya kembali menyidangkan perkara dugaan cek kosong dengan nilai Rp 3 miliar lebih di Surabaya, Rabu (2/10/2024).
Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, Yoes Hartyarso. Kemudian hadir juga Jaksa Penuntut Umum (JPU), Darwis dan terdakwa dari Direktur PT. Arta Guna Jaya, Happy Yuniar Rakhman.
Baca Juga: Kasus Dugaan Cek Kosong Rp 3 Miliar, Saksi Ahli Perdata Beri Keterangan di Pengadilan
Dalam sidang yang berjalan selama sekitar satu jam ini, hakim memeriksa saksi dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Yaitu, Ika Nilasari dari staf keuangan Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air, Pemkab Jember.
Pada sidang yang digelar di ruang sidang Kartika ini, Ika Nilasari memberi keterangan berbeda dari sebelumnya. Yakni, perihal pengakuan tidak pernah diperiksa oleh penyidik Satreskrim Polrestabes Surabaya serta membubuhkan tanda tangan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan).
"Pernah diperiksa di tempat kerja saya yang mulia. Di kantor Jember," ujarnya saat memberi keterangan usai ditanya hakim.
Sementara itu pada sidang sebelumnya Ika Nilasari kukuh mengaku tidak pernah diperiksa oleh penyidik kepolisian serta juga membubuhkan tanda tangan di BAP. "Waktu perjalanan pulang dari sini saya baru ingat pernah memberi keterangan dan diperiksa," tuturnya.
Saat ditanya apakah membubuhkan tanda tangan dalam BAP? Ika Nilasari terlihat ragu serta tidak yakin. "Saya lupa yang mulia," imbuhnya.
Mendengar pernyataan yang berubah tersebut, kuasa hukum terdakwa Agung Irawan kemudian ikut bertanya. "Padahal ibu sebelumnya sudah secara yakin tidak pernah memberi keterangan kepada penyidik saat ditanya hakim berulang-ulang," ujarnya.
Baca Juga: Pasca Hakim Tolak Gugatan, KSDR Terus Upaya Cari Keadilan
Agung pun mengaku heran dengan keterangan berbelit yang disampaikan Ika Nilasari. "Saya tidak tahu ada apa sehingga bisa memberi keterangan berbeda," tuturnya ditemui usai sidang.
Dengan sikap Ika Nilasari tersebut Agung juga mengaku belum tahu apakah bakal memberatkan atau malah bisa meringankan terdakwa. "Padahal Muslim dan juga disumpah dengan Al-Qur'an untuk memberi keterangan yang sebenarnya," tegas dia.
Perkara ini sendiri berawal dari Happy Yuniar yang membeli aspal kepada PT. Multi Bangun Indonesia yang berkantor di Kota Surabaya. Yang dibeli total 11 ribu ton senilai Rp 9,7 miliar pada tahun 2023.
Namun itu belum sepenuhnya dibayar oleh Yuniar. "Kami mengakui ada pembayaran yang kurang. Sebab itu perkara ini sebenarnya bukan masuk ranah pidana. Tapi masuk ranah perdata dan perkara perdatanya sekarang sedang berlanjut," kata Agung kembali.
Baca Juga: Vonis Bebas Ronald Tannur, ICRW Sebut Penegakan Hukum Sudah Sakit Parah
Menurut Agung pembayaran yang kurang itu nilainya sekitar Rp 1,6 miliar. "Waktu itu klien kami memberikan cek tanpa ada nominal," lanjutnya.
Namun yang menjadi keheranan pihaknya cek kosong tersebut diisi dengan angka Rp 3,3 miliar. "Sehingga saldonya kurang. Padahal bukan segitu kekurangannya," bebernya.
Agung menambahkan perkara ini bukan lah kasus pidana penipuan serta penggelapan. "Cek itu bukan cek kosong. Ada saldonya dan isi nominal rupiahnya," imbuh dia. (pn1).
Editor : Wasi