Pusaran.Net - Afiah (41) warga Jalan Sidotopo Wetan Baru Nomor 36 Surabaya merasa takut dituduh melakukan pencurian daya listrik dengan cara melobangi penutup meteran .
Tuduhan tersebut dilontarkan Unit Layanan Pelanggan (ULP) PLN Cabang Kenjeran. Dan Ia diharuskan membayar kerugian sebesar Rp. 28,7 Juta.
"Saya ini keberatan sebenarnya untuk bayar Rp.28,7 juta . Opo maneh kondisi kayak gini, sangat keberatan saya itu . Aku dewe yo gak ngelakoni," katanya.
Mendapat tuduhan tersebut, Afiah minta bantuan Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jatim guna menyelesaikan kasusnya. Karena Ia merasa tidak pernah melobangi meteran listrik seperti yang dituduhkan.
Ketua bidang pengaduan masyarakat dan pengawasan GNPK Jatim Miko Saleh menjelaskan, bahwa Afiah menempati rumah di alamat Jalan Sidotopo tersebut sejak dua tahun silam setelah membeli dari pemilik lama, dan selama ini tak pernah ada masalah pembayaran rekening listrik walau perbulannya harus membayar rerata sekitar 1 Juta Rupiah untuk daya 3500 watt.
"Masalah datang pada pertengahan April, dua orang yang mengaku petugas PLN mendatangi rumah Afiah. Mereka ditemui anaknya. Tujuannya adalah meriksa meteran listrik diduga bermasalah di rumah satunya,"kata Miko Saleh saat ditemui, Kamis (22/4/2021)
Sehari setelahnya, Afiah merasa terkejut diberitahu petugas PLN bahwa yang diduga bermasalah ada di meteran listrik sebab ada lobang di penutup meterannya sehingga meteran tersebut harus diambil dan diputus aliran listriknya.
"Karena tak merasa melobangi meteran listrik di rumahnya, Afiah meminta aliran listriknya tetap mengalir meski meterannya dicabut dan disanggupi oleh petugas PLN dengan catatan si pemilik rumah harus menyelesaikan persoalan ini di kantor,"tambah Miko.
Ketika mendatangi kantor ULP PLN Cabang Kenjeran Surabaya, Afiah kaget bahwa dirinya diharuskan membayar kerugian 19.278 kWH yang diklaim PLN sebesar Rp, 28,7 Juta.
"Pihaknya (baca: GNPK) bersama ibu Afiah mendatangi kantor ULP PLN Cabang Kenjeran. Dan Afiah diminta bayar Rp.28,7 Juta untuk kerugian 19.278 kWH,"ungkap Miko.
Mendapat tuduhan tersebut, Miko Saleh meminta PLN menjelaskan dasar menentukan kerugian tersebut dan membuktikan pelanggarannya, jangan sampai hal ini menjadi kesempatan untuk mempraktikkan pungli dengan memaksakan kehendak tanpa melihat kesulitan ekonomi masyarakat di masa Pandemi Covid-19.
"Yang penting kalau mau diganti soal meteran kita mampu membayar untuk administratif meteran itu berapa harganya itu semua ada rinciannya, gak ada masalah wong itu ada kerusakan tapi kan kita sebagai pengawasan agar supaya tidak terjadinya pungli di tubuh pihak ULP Kenjeran," tegasnya.
Setelah Miko mendatangi ULP PLN Kenjeran bersama Afiah dan suaminya, pihak PLN memberikan solusi untuk Afiah menyelesaikan pembayaran kerugian Rp. 28,7 juta dengan cara diangsur tapi hal tersebut masih tetap memberatkannya, karena perempuan asli Kemayoran Surabaya ini tak merasa melobangi meteran listrik seperti yang dituduhkan.
"Ini kan ada keganjilan lah yang perlu kita luruskan adalah, satu jangan sampai warga kota Surabaya khususnya di wilayah ULP Kenjeran ini mereka dijustifikasi dan seakan-akan menjadikan orang pesakitan, atau melakukan tindak kriminal," terang Miko.(pn1)
Editor : Redaksi