pusaran.net - Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) telah melakukan penahanan terhadap FMI alias F, terkait kasus pemalsuan dokumen Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Bintangdelapan Wahana di Kabupaten Morowali. Ini berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) tanggal 5 Juli 2024 yang kami terima selaku pelapor, penahanan FMI dilakukan sejak tanggal 3 Juli 2024 sampai dengan 22 Juli 2024.
"Hal ini juga terkonfirmasi Kabidhumas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari di Palu pada Jumat (5/7) kemarin, bahwa Polda Sulteng telah melakukan penahanan terhadap tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di Kabupaten Morowali," kata Kuasa Hukum PT. Artha Bumi Mining, Happy Hayati Helmi, dikonfirmasi media, Senin, 8 Juli 2024.
Baca Juga: Kuasa Hukum Desak Polda Sulteng Serius Tangkap HM, Terlapor Kasus Pemalsuan Dokumen IUP
Happy mengatakan, hal ini dapat membuktikan keseriusan penyidik Polda Sulteng dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, atas Laporan pidana yang kami sampaikan di Polda Sulteng pada 13 Juli 2023 silam.
Kata Happy, adanya penetapan tersangka dan penahanan tersangka atas dugaan pemalsuan dokumen perizinan PT. Bintangdelapan Wahana, harus menjadi pertimbangan hakim Mahkamah Agung (MA) yang menangani sengketa tumpang tindih sejak tahun 2016.
"Karena MA merupakan pilar utama atas keadilan, dan sebagai titik akhir sengketa tumpang tindih IUP PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana," jelasnya.
Dalam Yurisprudensi MA dalam kaidah hukum Putusan MA RI Nomor 3 PK/TUN/2021, lanjut Happy, dinyatakan jelas bahwa sikap Pejabat Tata Usaha Negara yang Konsisten melaksanakan perintah Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang telah Berkekuatan Hukum Tetap, merupakan sikap yang harus dihormati oleh Badan Peradilan Tata Usaha Negara.
“Dalam kondisi hukum yang demikian, Hakim Peradilan Tata Usaha Negara tidak diperbolehkan duduk di kursi Pemerintahan, guna menilai sikap konsistensi tersebut, mengingat sikap tersebut lahir dari perintah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung,” ucapnya.
Happy mengatakan, permasalahan tumpang tindih Wilayah IUP antara PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana terjadi sejak 2014, sejak terbitnya Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014 Tentang Persetujuan Penyesuaian Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) kepada PT Bintang Delapan Wahana (BDW), yang diduga terbit berdasarkan surat palsu yakni Surat Dirjen Minerba Nomor 1489/30/DBM/2013. Surat yang ditujukan kepada Bupati Morowali ini terkait Penyesuaian IUP-OP PT Bintang Delapan Wahana tertanggal 3 Oktober 2013.
Happy menjelaskan, sebelumnya IUP PT. Bintang Delapan Wahana berada di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Hal ini dikuatkan dengan adanya SK Bupati Konawe Nomor 29 Tahun 2010 tanggal 5 Januari 2010 tentang Persetujuan IUP – OP kepada PT. Bintang Delapan Wahana.
Baca Juga: Kuasa Hukum Desak Polda Sulteng Serius Tangkap HM, Terlapor Kasus Pemalsuan Dokumen IUP
"Lokasi IUP berada di di Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. Namun pada 2014, lokasi IUP berpindah ke wilayah Morowali, berdasarkan SK Nomor 1489/30/DBM/2013 dan kemudian dimuat dalam SK Bupati Morowali Nomor: 540.3/SK.001/DESDM/I/2014 tanggal 7 Januari 2014," katanya.
Terbitnya IUP PT. Bintang Delapan Wahana di wilayah Morowali telah diakui sebagai kesalahan oleh Bupati Morowali. Ini terbukti dengan Bupati Morowali mencabut IUP tersebut melalui SK Bupati Morowali Nomor 188.4.45.KEP.0243/DESDM/2014 tanggal 18 November 2014. Menurut Happy, seharusnya dengan adanya pencabutan tersebut, permasalahan tumpang lokasi IUP selesai.
Akan tetapi pada 2015 lalu, lanjut Happy, Gubernur Sulteng mencabut SK Bupati Morowali melalui SK Gubernur Sulteng Nomor: 540/723/DESDM-GST/2015, tanggal 2 Desember 2015, dan menerbitkan Penciutan Wilayah IUP PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana pada Tahun 2016.
"Padahal terhadap IUP PT. Artha Bumi Mining adalah IUP sah dan terverifikasi saat rekonsiliasi IUP, sementara IUP PT. Bintang Delapan Wahana tidak pernah masuk dalam proses rekonsiliasi, dan tidak pernah diserahkan kepada Gubernur pada saat rekonsiliasi IUP," ujarnya.
Sengketa terhadap penciutan Wilayah IUP PT. Artha Bumi Mining Tahun 2016, dimenangkan oleh PT. Artha Bumi Mining, yakni Putusan 98 PK/TUN/2018 dan menjadi salah satu dasar terbitnya SK Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1028/I/IUP/PMDN/2022 tertanggal 07 Juli 2022 tentang Persetujuan Penyesuaian Jangka Waktu Izin Usaha Pertambangan selain dari Putusan 122 PK/TUN/2021 dan Keputusan Satgas Percepatan Investasi No. 2 Tahun 2022 tentang Rekomendasi Penyelesaian Permasalahan Tumpang Tindih Wilayah Izin Usaha Pertambangan di Morowali.
Baca Juga: Kuasa Hukum Desak Polda Sulteng Serius Tangkap HM, Terlapor Kasus Pemalsuan Dokumen IUP
“Sementara, terhadap penciutan Wilayah IUP PT. Bintang Delapan Wahana, sebelumnya sempat dimenangkan oleh PT. Artha Bumi Mining berdasarkan Putusan Nomor 122 PK/TUN/2021, namun terhadap Putusan tersebut dibatalkan oleh Putusan Nomor 6 PK/TUN/2023,” ujarnya.
Kemudian IUP PT. Artha Bumi Mining SK Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor 1028/I/IUP/PMDN/2022 tanggal 07 Juli 2022, yang terbit berdasarkan hasil pemeriksaan badan peradilan, kembali digugat oleh PT. Bintang Delapan Wahana. Gugatan terdaftar dengan perkara Nomor 415/G/2022/PTUN.JKT tanggal 17 April 2023 Jo. 188/B/2023/PT.TUN.JKT tanggal 22 Agustus 2023, dan Kasasi yang tengah diajukan PT. Bintang Delapan Wahana Nomor 138 K/TUN/2024, dan Nomor 372/G/2022/PTUN.Jkt tanggal 8 Maret 2023 Jo. 185/B/2023/PT.TUN.JKT tanggal 22 Agustus 2023 Jo. 146 K/TUN/2024 Kasasi yang tengah diajukan PT. Bintang Delapan Wahana.
Happy mengaku dirinya sebagai upaya preventif selalu berupaya mengingatkan MA, agar memberikan putusan seadil-adilnya, guna mengakhiri sengketa yang belum tuntas. Termasuk perkembangan-perkembangan pidana yang memberatkan atas formasi Majelis Hakim yang menangani Kasasi, karena beberapa diantaranya adalah majelis Hakim yang sama dalam perkara 6 PK/TUN/2023 pada 1 Juli 2024.
"Melihat semua fakta di atas, akankah Mahkamah Agung mengingkari yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung nomor 3 PK/TUN/2021yang merupakan pilar utama atas keadilan dan sebagai titik akhir penyelesaian sengketa tumpang tindih wilayah IUP antara PT. Artha Bumi Mining dengan PT. Bintang Delapan Wahana, padahal telah diketahui bahwa IUP PT Bintang Delapan Wahana diduga terbit berdasarkan dokumen palsu. Dan terkait kasus dugaan pemalsuan dokumen IUP, sudah dilakukan penahanan terhadap FMI selaku tersangka dalam kasus ini," pungkasnya.(pn3)
Editor : Wasi