Pusaran.Net - DPP Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Jatim mewujudkan janjinya untuk membantu masyarakat yang mengalami ketidakadilan. Seperti yang dialami Muhlis salah satunya nelayan asal Paciran, Lamongan. Kapal untuk mencari ikan ditahan Polsek Masalembu tanpa adanya kejelasan.
Ketua Bidang Pengawasan Internal & Pengaduan Masyarakat DPP GNPK Jatim Miko Saleh mengatakan, bahwa dirinya siap membantu dan mengawal ketidakadilan yang dialami Muhlis tersebut.
"Kami siap berkomitmen didalam tindak lanjuti persoalan ketidakadilan oleh Oknum penegak hukum yang terindikasi melakukan pungli dan korupsi, " kata Miko. Sabtu (4/9/2021).
Dalam rilis yang diterima media ini, Muhlis menerangkan bahwa kapalnya bernama Putri Selina I ditahan Polsek Masalembu sejak 27 Maret 2021. Sehingga dirinya sampai saat ini tak bisa mencari ikan sebagai sumber penghasilannya nelayan hingga PPKM pandemi covid - 19 berjalan .
Dia menjelaskan kronologis penangkapan kapal miliknya karena diduga tidak memiliki Surat Ijin Berlayar (SIB) atau Surat Ijin Pelayaran Indonesia (SIPI).
"Pada hari sabtu tanggal 27 Maret 2021,kapal milik saya tersebut dioperasikan oleh anak saya untuk menangkap ikan hingga berada di Kepulauan Masalembu Pulau Madura. Tetapi ternyata kemudian ada beberapa oknum nelayan dengan didampingi aparat penegak hukum dari polsek Masalembu menghentikan kapal saya, dan menggiring ke Dermaga untuk diproses hukum dengan alasan tidak adanya SIB dan atau SIPI," ujarnya dalam rilis.
Padahal sebagai nelayan, dirinya menjelaskan telah memiliki dokumen sesuai prosedur yang sah bahkan Putri Selina I miliknya juga mempunyai akte pendirian kapal.
"Saya pemilik Kapal Penangkap Ikan dengan nama Putri Selina I, sesuai dengan bukti-bukti kepemilikan antara lain : Grosse Akta Pendirian Kapal No. 8655 tanggal 01 Februari 2021, PAS BESAR : AL.520/3/II/UPP.Brg-2021 tanggal 15 Februari 2021, Surat Izin Usaha Perikanan Perseorangan (SIUP-OI) Nomor : 02.20.01.3598.0167 yang diterbitkan tanggal 03 Desember 2020, dan dokumen pendukung lainnya yang saya milik sesuai dengan prosedur yang sah," terangnya.
Muhlis juga menilai bahwa penangkapan kapal miliknya dilakukan tidak sesuai dengan prosedur yang sah. Mulai dari proses penangkapan hingga pelimpahan perkara. Sehingga dia mengirim surat ke Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia untuk meminta bantuan perlindungan hukum.
"Saya sangat berkeberatan dengan adanya proses hukum tersebut, karena jika benar anak saya melakukan pelanggaran di Kepulauan Masalembu seharusnya tidak diproses hukum di Polsek Masalembu karena bukan wewenang Polsek Masalembu. Pada saat penangkapan hingga pelimpahan perkara anak saya dari Polsek Masalembu ke Polairud Sumenep dan ke Kejaksaan Negeri Sumenep (dan infonya sudah di P-21) semua dilakukan tidak sesuai prosedur hukum yang benar, diantaranya tidak adanya surat penyidikan, surat penahanan atau surat pelimpahan bekas perkara yang diberikan kepada saya selaku orang tua. Status anak saya dalam perkara tersebut sebagai apa juga tidak jelas apakah sebagai saksi atau tersangka, semuanya tidak jelas karena saya dan anak saya tidak pernah diberikan surat apapun terkait, bahkan kita diminta surat-surat asli kelengkapan kapal oleh pihak Kejaksaan Negeri Sumenep dan sudah kita turuti, namun selembar tanda terima yang sudah kita serahkan tanpa di berikan tanda terima dari Kejaksaan ," terang Muhlis.
Terkait adanya SIB atauSIPI yang dipermasalahkan, Muhlis sudah mengajukan ke Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Timur tetapi sampai sekarang ini belum dikeluarkan atau diterbitkan.
Dan dirinya mendapat informasi bahwa SIB atau SIPI yang diajukan belum dapat dikeluarkan atau diterbitkan atas petunjuk pemerintah pusat. Dan dia berpendapat bahwa Presiden Joko Widodo pernah menyampaikan bahwa Pemerintah akan memberikan kemudahan kapal untuk tetap dapat beroperasi di kelautan Indonesia untuk meringankan beban nelayan kecil.
"Karena faktanya selama ini sebagian dari nelayan kesulitan untuk mengurus SIB, Bapak Joko Widodo selaku Presiden RI pernah menyampaikan bahwa Pemerintah akan memberikan kemudahan kapal untuk tetap dapat beroperasi di Kelautan Indonesia, tetapi hal ini ternyata tidak dipertimbangkan oleh oknum atau aparat yang memproses perkara tersebut hingga berkas sudah dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Sumenep tanpa adanya berkas atau surat pemberitahuan yang diberikan kepada saya selaku pemilik kapal," tegasnya.
Karena tidak adanya surat atau berkas atas kasus yang menimpanya, beban Muhlis semakin bertambah berat terlebih di masa pandemi Covid-19. Selain tidak bisa melaut untuk mencari ikan, dirinya juga tidak mempunyai pekerjaan lain sebagai penopang keuangan rumah tangganya.
"Padahal saya sebagai nelayan dan Warga Negara Indonesia, memiliki hak yang sama sebagai nelayan untuk melakukan penangkapan ikan di seluruh laut Indonesia tentunya dengan cara-cara yang sesuai prosedur, karena itu kapal saya yang melakukan penangkapan ikan di Kepulauan Masalembu bukanlah termasuk pelanggaran hukum," katanya.
Karena ketidakadilan yang menimpanya, Muhlis mengirimkan surat permohonan bantuan ke Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo, Kapolri, Ketua DPR RI hingga Kapolsek Masalembu agar masalahnya dapat terselesaikan dan bisa kembali melaut untuk mencari nafkah bagi keluarganya.(pn1)
Editor : Redaksi