Pusaran.Net - Sejak semalam, Senin (9/8/2021) sekitar pukul 10.00 hingga berganti hari, Selasa (10/8/2021) dini hari sekitar pukul 03.00 WIB, saat mengikuti serangkaian ritual 'Ngumbah Gaman'. Tradisi tersebut kerap dilakukan para penganut kejawen atau budaya Jawa kental dalam mencuci pusaka pada malam 1 Suro, tepatnya sebelum pergantian 1 Muharram.
Untuk para kolektor aneka benda pusaka, mereka biasa mencuci pusaka yang konon kekuatan magisnya tak pudar dan menambah auranya. Dalam adat Jawa, malam 1 Suro atau 1 Muharram identik dengan malam keramat dan penuh kekuatan mistis.
Sebuah rumah di kawasan Medokan, Kecamatan Rungkut, Kota Surabaya. Disana, ada beragam jenis senjata pusaka, yakni keris. Ukuran dan spesifikasinya pun berbeda-beda.
Sang pemilik keris, Budi Mulyono mengaku, dirinya kerap memandikan, membersihkan, dan meremajakan aneka jenis keris pusakanya di rumah. "Ya mencuci dan memberi minyak kepada keris-keris ini," ujar Budi di kediamannya, Rungkut Surabaya, Selasa (10/8/2021).
Budi menjelaskan, hal itu dilakukan bukan semata-mata demi 'klenik' atau mempercayai hal-hal mistis. Melainkan, menjaga dan menghormati tradisi yang turun temurun dari sang empunya dan nenek moyang.
"untuk menjaga peninggalan dari leluhur-leluhur kita, budaya yang sangat tinggi nilai seninya," ujarnya.
Sembari membersihkan keris, ia berceletup bahwa mulai terpesona dengan keris sedari belasan, bahkan puluhan tahun lalu. Sejak dikenalkan oleh sejumlah rekan dan kerabat, ia mengaku semakin mencintai pusaka asal Jawa tersebut.
Meski terbilang jadul dan kuno, Budi mengungkapkan benda serupa tak akan bisa diciptakan kembali pada era ini. Sekalipun bisa, wujud dan magis dalam sebilah keris tak akan sama atau melebihi pendahulunya.
"Kalau sekarang kita mau buat seperti ini ya susah, meskipun teknologi sudah tinggi, saya kira empu-empu sekarang pun belum tentu bisa membuat keris yang indah seperti ini," tuturnya.
Budi menyatakan, tradisi Umbah Gaman atau Mencuci Pusaka itu wajib dilestarikan bagi pecinta karya seni atau benda pusaka sepertinya. Supaya, tradisi dan kebiasaan tersebut tidak punah termakan zaman.
"Kalau tidak kita lestarikan dan pelihara, sayang sekali," katanya.
Lantas, mengapa ritual Ngumbah Gaman harus malam 1 Suro?
Budi mengaku, mulanya ia mengikuti rekomendasi dari para kerabat dan rekan-rekannya. Lambat laun, ia mulai membiasakan hal tersebut hingga saat ini.
"Saya ikut rekomendasi dari teman untuk membersihkan, jadi tidak ada hari spesial atau tertentu, kalau nganggur ya saya bersihkan, kasih minyak, dan mandikan.
Ketika berada di lokasi, Budi nampak begitu antusias memamerkan satu persatu keris yang telah dimandikan. Aroma kembang 7 rupa dan dupa yang menyengat mewarnai ritual itu tiada henti.
Budi menyebutkan, ada aneka jenis, bentuk, dan ukuran keris yang dia miliki. Ia mengklaim, keris yang dimiliki berasal dari era Majapahit, Mataram, sampai Singosari. Bahkan, diperkirakan mencapai usia 1800 tahun Sebelum Masehi (SM).
Bahan dadi setiap keris pun dianggap memiliki keistimewaan tersendiri, pun dengan magis dan klenik yang menyelimuti. Mulai dari batu meteorit, perak, nikel, sampai besi murni.
"Keistimewaannya, ada yang bilang bisa membawa rezeki, pangkat, dan lain sebagainya. Setiap keris itu punya tekstur atau pamor masing-masing," tutupnya.(pn3)
Editor : Redaksi