Pusaran.Net - Politikus Gerindra Ahmad Dhani Prasetyo sejatinya menjalani sidang dengan agenda tuntutan dalam kasus pencemaran nama baik lewat ujaran 'idiot'. Namun demikian, pada sidang itu, Dhani gagal dituntut. Alasannya, Lembar tuntutan yang disusun Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Jatim, belum selesai disusun.
"Mohon maaf yang mulya, lembar tuntutan belum selesai disusun. Sehingga kami meminta agar sidang tuntutan ditunda," kata anggota Jaksa Penuntut Umum (JPU) Winarko di Ruang Cakra, Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Kamis (11/4).
Hakim Ketua Anton Widyopriyoni pun mengabulkan permintaan Jaksa Penuntut Umum tersebut. Hakim kemudian mengajukan agar sidang dengan agenda tuntutan tersebut digelar pada 25 April 2019. Pengajuan hakim itu pun diamini oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejati Jatim yang setuju dengan usulan majelis hakim.
Namun demikian, kuasa hukum Ahmad Dhani merasa keberatan dengan usulan majelis hakim yang merencanakan sidang tuntutan digelar pada 25 April 2019. Salah satu kuasa hukum terdakwa, Aldwin Rahadian merasa penundaan sidang terlalu lama, sehingga dia mengajukan agar sidang tuntutan digelar pada 23 April 2019.
"Mohom maaf yang mulya, kami keberatan jika sidang dilaksanakan pada 25 April 2019 karena terlalu lama ditundanya. Bagaimana kalau tanggal 23 April pada hari Selasa," ujar Aldwin.
Majelis hakim pun mempertimbangkan usulan tersebut dengan meminta pendapat Jaksa Penuntut Umum. Jaksa Penuntut Umum pun menyanggupi sidang digelar pada 23 April 2019. Mereka pun berjanji pada tanggal yang sudah ditetapkan tersebut, lembar tuntutan sudah selesai disusu, sehingga tidak akan ada lagi penundaan.
Sebelumnya, Ahmad Dhani didakwa telah melakukan pencemaran nama baik terkait dengan ujaran 'idiot' dalam vlog yang disampaikannya di Hotel Mojopahit Surabaya. Ujaran idiot dalam vlog tersebut ternyata menyinggung salah satu unsur massa pengunjuk rasa yang menolak deklarasi #2019GantiPresiden di Surabaya.
Dalam sidang dakwaan, jaksa mendakwa Ahmad Dhani melanggar Pasal 45 ayat (3) jo pasal 27 ayat (3) UU RI No.19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika. Adapun ancaman hukumannya adalah maksimal 6 tahun penjara. (pn2)
Editor : Redaksi