Pusaran.Net - Pernyataan dukungan Ketua Umum Partai Golkar dan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) kepada Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto sebagai calon presiden (cawapres), dinilai manuver zig zag yang penuh beresiko
Pengamat politik dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM), Surokim Abdussalam, mengatakan deklarasi yang dilakukan Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto dan Ketum PAN Zulkifli Hasan kepada Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai capres, justru akan merugikan Partai Golkar dan PAN.
Baca juga: Ganjar Minta Kader dan Relawan Terus Kawal Proses Perhitungan Suara di KPU
"Bisa jadi akan begitu konsekuensinya. Tapi elit partai kadang tidak berpikir begitu dan lebih memilih kenyamanan dan bagaimana kepentingan politik terakomodasi dalam membangun koalisi. Bahkan dalam tahap tertentu elit partai kadang tidak berpikir terkait kecenderungan pemilih arus bawahnya kemana. Kadang hal itu tidak dipedulikan. Jadi selama ini yg lbh banyak dijadikan dasar dalam membangun koalisi ya kenyamanan dan akomodasi kepentingan politik semata. Dan Koalisi Indonesia Raya bisa jadi dianggap akomodatif dan responsif terhadap kepentingan PAN dan Golkar,"kata Surokim saat dihubungi, Senin (14/8/2023).
Prabowo Subianto yang maju sebagai capres, kata Surokim, posisinya sebagai ketua umum partai. Jika ketua umum partai yang telah menyatakan dukungan ke Prabowo yakni Partai Golkar, PAN mendukung Prabowo, itu artinya sama saja akan mengkampanyekan Prabowo dan Partai Gerindra.
"Memang tidak akan ada dukungan yg bisa bulat terkait pilihan partai dan pilihan presiden, selalu saja bisa terbelah dan bahkan beda antara pilihan grassroot partai dengan pilihan koalisi. Jadi selalu ada gab. Idealnya memang kecenderungan pemilih partai itu diperhitungkan dan dijadikan sebagai dasar pertimbangan. Namun faktanya tidak selalu begitu. Dan itu selalu menjadi tantangan soliditas dukungan dalam koalisi. Saya pikir tidak sesederhana itu terkait soliditas anggota koalisi,"ungkapnya.
Baca juga: Sat Set JAKA Menangkan Ganjar-Mahfud di Kampanye Hari Terakhir di Jalan Tujungan
Dengan kondisi semacam ini, lanjutnya, mesin politik koalisi pendukung Prabowo terancam tidak bisa berjalan maksimal. Selaini itu, palagan Pileg 2024 nanti akan sangat sengit dan keras. Antar partai akan berambisi mengamankan suara partainya dibanding mengamankan capresnya.
"Meski ada penyimpangan dalam pilihan partai dan pilpres, biasanya partai selalu punya pemilih loyal, kendati jumlahnya tidak signifikan. Dalam konteks pileg ya tentu saja kader akan berjuang memprioritaskan kepentingan pencalegannya baru kemudian pilpres. Dan itu juga tergantung tipikal pemilihnya apakah pemilih anut grubyuk ataukah pemilih rational choise. Dalam konteks dukungan pilpres biasanya pertimbangan lbh simple drpd pileg yg cenderung kompleks dan rumit,"ujarnya.
Baca juga: Blacius Subono Meninggal, Usia Usai Beri Wejangan Pasangan Ganjar - Mahfud
Mendapat dukungan dari banyak partai, menurut Surokim bukan menjadi sebuah jaminan akan mulus memenangkan sebuah kontestasi.
"Dalam pemilu langsung dimana voters berdaulat penuh saya pikir tidak ada jaminan koalisi dengan anggota partai banyak otomatis akan menang karena penentu suara bukan lagi partai tapi voters langsung. Jadi tidak ada jaminan. Pertimbangan memilih dalam pilpres lebih simple karena memilih sedikit calon,"tandasnya.(pn2)
Editor : Wasi